PAMEKASAN – Polres Pamekasan di Jawa Timur menghentikan penyelidikan kasus dugaan pencemaran air sungai akibat limbah batik dari industri batik di Desa Klampar, Kabupaten Pamekasan, yang terjadi Juli 2023.
“Penghentian penyelidikan ini setelah kami menggelar perkara atas kasus tersebut dan hasilnya tidak cukup bukti,” ungkap Kasi Humas Polres Pamekasan, Inspektur Polisi Satu Sri Sugiharto, Jum’at (13/10/2023).
Polres Pamekasan mendasari penyelidikan kasus dugaan pencemaran air sungai akibat limbah zat pewarna batik itu berdasarkan laporan masyarakat, bukan penyelidikan langsung di lapangan.
Kasus dugaan pencemaran air sungai oleh zat pewarna batik itu terjadi pada 10 Juli 2023. Kala itu, aliran air sungai di Pamekasan berubah warna menjadi merah.
Akan tetapi, air sungai yang tercemar dan berubah warna menjadi merah tersebut tidak ditemukan adanya akibat atau dampak kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh si saudari Maryamah, sehingga penyelidikan kami hentikan,” katanya.
Kesimpulan dari hasil perkara tim Reskrim Polres Pamekasan ini berbeda dengan hasil uji laboratorium yang dilakukan DLH Pemkab Pamekasan yang menyebutkan bahwa kandungan zat pewarna batik yang mencemari air sungai itu berbahaya bagi kesehatan dan bisa menyebabkan iritasi pada kulit.
DLH bahkan sempat melarang warga mandi dan mencuci di sungai untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
“Dari sisi kandungan, memang zat pewarna batik yang mencemari sungai itu berbahaya, akan tetapi yang menjadi titik tim Polres Pamekasan pada unsur akibat. Jadi, tidak ada warga yang menjadi korban dan tidak ditemukan adanya kerusakan lingkungan,” katanya.
Kendatipun demikian, Sugiharto mengimbau agar ke depan masyarakat tidak sembarangan membuang limbah industri batik ke sungai, karena bisa merugikan warga lain, karena sungai di Pamekasan masih digunakan warga untuk mandi dan mencuci. (wan)