Untuk merebut kekuasaan itu harus perang. Sebab tidak mungkin kekuasaan bisa direbut tanpa peperangan. Sejarah telah menulisnya dan tak bisa dibantah. Bahwa dulu kerajaan-kerajaan merebut kekuasaannya di medan perang. Dalam menghadapi peperangan harus ada senjata dan pasukan. Semunya itu butuh biaya, sekarang biaya itu uang.
Memang benar uang bukan segala-galanya tapi segala-galanya butuh uang, itulah Pilkada Jaman Now. Sudah menjadi rahasia umum, biaya politik dalam setiap moment pilkada cukup tinggi. Bisa-bisa mencapai angka puluhan milyar tergantung kekuatan lawan dan luas medan perang.
Maka jangan heran, jika sudah berkuasa kebanyakan amnesia. Lupa akan janji-janjinya, lupa berpikir kesejahteraan rakyat, lupa bahwa jabatannya itu amanah. Tak jarang ada yang lupa diri, lupa keluarga, tapi tidak lupa mandi dan gosok gigi. Sebab yang dipikirkan sudah teori ekonomi bisnis. Dimana, modal sebagai investasi harus dibalikin.
Bahkan tidak hanya bisa balik modal, juga harus mendapatkan laba bersih yang berlimpah. Untuk deposito, beli mobil mewah, beli tanah, beli rumah elit, beli asset, beli apartemen, beli emas permata, beli apa lagi? dah terusin sendiri deh. Pastinya juga ada yang ditabung buat modal selanjutnya untuk mencalonkan kembali. Caranya bagaimana? caranya cuma satu, melubangi anggaran daerah.
“ Woiii Apaan sih ngomong soal lubang lagi? husss melubangi itu korupsi tau, lelet amat sich jadi orang!”
Tahu gak? Korupsi dan kekuasaan itu ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan “pintu masuk” bagi tindak korupsi. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke 19. Dengan adagium-nya yang terkenal ia menyatakan: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).
Masih ragu dengan teori itu, tuh tengok aja daftar tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi. Sudah berapa Bupati, Walikota, Gubernur di Indonesia yang sudah mendekam di penjara gara-gara korupsi ini dan itu. Semuanya bermula dari biaya politik saat pilkada. Semakin besar biaya yang dikeluarkan semakin besar dan rakus pula melakukan korupsi. Begitulah kira-kira main logikanya, Are You Understand?
I am Understand Sir!. Jadinya merenung, terbayang-bayang dan bertanya-tanya sendiri melihat Pilkada Ulang di Sampang ini. Apa iya akan melahirkan pemimpin yang baik dan benar-benar bersih dari korupsi. Sementara, biaya politik yang akan dikeluarkan pastilah berlipat-lipat ganda.
Pilkada Ulang itu juga berarti modalnya diisi ulang. Ditambah, Pilkada Ulang ini dianggap sebagai “ Suddent Death ”, pertarungan hidup mati, pertarungan harga diri, Menang atau Malu! Menang atau Bangkrut selamanya! Menang atau tertindas!
Ngeri-ngeri sedap Ebbroow! Ngerinya itu karena terbayang-bayang betapa sangat amat panas dan kerasnya pertarungan ulang ini. Keamanan, keselamatan, kenyamanan akan jadi taruhan besar. Sedapnya itu akibat terbayang-bayang besarnya rupiah yang akan berseliweran. Semoga ada yang nyasar dan kecipratan, Amin.
Umpamanya, masih umpama loh, artinya berandai-andai, bisa benar atau tidak dan semoga tidak benar. Itung-itungan modal, di Pilkada jilid pertama habis 50 M karena ini pilkada ulang maka di pilkada jilid kedua juga akan habis 50 M. Total selama Pilkada duakali ini habis modal 100 M.
Wow,itu uang semua apa cuman kertas ebbroww? Uang kertas donk! Jika benar itu uang, kira-kira Bisa nggak serius mikirin kemajuan Sampang? Bisa nggak diajak beneran ngentasin kemiskinan? Bisa nggak untuk tidak korupsi? Bisa nggak benerin pelayanan publik? Bisa nggak untuk tidak jual beli jabatan? Bisa nggak untuk tidak ada pungli? Bisa nggak untuk tidak ada fee di proyek Infrastruktur? Bisa bisa nggak bisa, Bisa yang nggak-nggak bisa atau Bisa Bisa yang nggak-nggak..
Busyettt, banyak amir pertanyaannya. Galau ya!? Ssssttt..ssstttt.. udah jangan banyak tanya. Silahkan dijawab di hati masing-masing, selesai duluan boleh pulang. Sesampai di rumah jangan lupa cuci kaki lalu berdoa “ Semoga Sampang Aman dan Damai di Pilkada U(l)ang”.
Oleh: Faisol Ramdhoni
*Penulis adalah pegiat medsos dan ketua Lakpesdam NU Sampang