Berita

Adu Unggul Kecerdasan Manusia Versus Mesin

Aiartificial Intelligence Concept 450W 728204479
Aiartificial Intelligence Concept 450w 728204479

Kita akhirnya sampai juga pada era film yang dibuat para produser Holywood. Di mana mesin mulai menjadi bagian dari kehidupan manusia secara intensif.

Mesin yang sudah berevolusi dan mempunyai pikiran. Dikembangkan oleh manusia yang lebih pintar dari manusia lain pada umumnya. Mampu melakukan banyak hal secara otomatis, sekali perintah dan punya cara berpikir sendiri. Mereka menyebutnya Artificial Intelectual (kecerdasan buatan).

Mesin yang berevolusi menjadi sesuatu yang bukan hanya bergerak memudahkan manusia, tapi juga nyaris menjadi manusia menggantikan yang sebenarnya. Kita sudah pernah merasakan dampak itu ketika tenaga-tenaga manusia digantikan mesin di pabrik-pabrik.

Kini bukan hanya menggantikan tenaga manusia, mesin juga berpotensi menggantikan kecerdasan manusia. Mesin menjadi kreatif dan mampu memperbaiki kesalahannya sendiri.

Pemakaian AI dalam Keseharian Manusia

Smart phone adalah mesin dengan AI yang saat ini paling banyak kita pakai. Semua aplikasi di ponsel pintar kita adalah produk AI. Maka dalam aplikasi kalkulator saja, Anda pada umumnya jauh lebih pintar handphone Anda. Tapi itu tidak akan berlaku pada juara matematika dunia atau Habibie atau Einstein.

Mesin lain yang ber-AI masih banyak. Semua hingga kini dalam berbagai rilis dan reset digunakan untuk tujuan positif. Meski begitu selalu ada rahasia.

Di antara rahasia itu bisa jadi adalah menjadikan kita semua sangat bergantung pada AI dalam mesin. Di sinilah kecerdasan kita diuji. Lebih cerdas kita atau mesin?

Pengaruh Sosial AI

Kemampuan AI yang terus berkembang akan terus bersaing dengan kemampuan berpikir manusia. Manusia bisa terhegemoni pola kecerdasan mesin. Mengikuti arus yang dibuat mesin dan secara sosial pasti ada dampaknya.

Sebagai contoh, kita lihat betapa terkotak-kotaknya kita karena AI telah begitu besar mempengaruhi cara berpikir kita akan situasi. Yang pro akan sesuatu menjadi sangat fanatik, dan yang kontra akan sesuatu menjadi sangat antipatik.

Pada sesuatu yang disukai manusia, AI tidak akan memberikan kesempatan pada manusia itu untuk melepaskan diri. Di antaranya kini soal politik. Di mana orang-orang sudah sangat fanatisme dan antipatinya.

Info dari AI yang diterima seseorang akan sesuatu yang disukainya akan ditingkatkan terus levelnya. Sebaliknya, kebencian pun akan terus ditingkatkan dengan info-info yang disajikan oleh AI melalui media sosial, berita dan unsur-unsur pencucian otak lainnya.

Nah, sekarang tinggal manusia yang harus menentukan sendiri kemampuan intelektualnya. Apakah akan turut terbuai dengan peningkatan level suka atau bencinya dengan asupan informasi dari AI, atau masih mampu menyaring dan mengendalikan pikirannya untuk menilai sesuatu. (*)

Exit mobile version