Opini

PBNU dan PKB Saling Serang, Menggambarkan Orang Tua dan Anak Kandung Tak Akur

Img 20240730 Wa0012 Pbnu Dan Pkb Saling Serang, Menggambarkan Orang Tua Dan Anak Kandung Tak Akur

Penulis : Mahmud Ismail Dosen STIE Pemuda Surabaya
(Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Bangkalan)

Hubungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kini sedang tidak baik-baik saja. Ketidak harmonisan keduanya bermula dari Muktamar NU pada 2021 lalu. Dimana KH. Said Aqil Siroj yang didukung oleh Muhaimin Iskandar harus menerima kekalahan dengan ketua PBNU sekarang, KH Yahya Cholil Staquf.

Buntut dari kejadian tersebut pada tahun 2023 lalu, PKB dan PBNU terjadi perdebatan atas penggunaan mars perayaan 1 abad kelahiran NU. Hal itu berawal PKB menggunakan suara latar mars pada acara Sarasehan Nasional Satu Abad NU pada 30 Januari 2023, di Grand Sahid Hotel, Jakarta.

PBNU melalui Ketua Bidang Keorganisasian, Ishfah Abidal Aziz kecewa karena lagu mars digunakan kepentingan politik 2024. Lalu tudingan itu dibantah PKB melalui Wakil Ketua Umum Jazilul Fawaid bahwa, kegiatan Sarasehan Nasional Satu Abad NU sebagai hikmat PKB yang akan jalan terus sampai kapan pun.

Perbedaan sikap antara PBNU dan PKB juga terlihat pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu. Dimana, PKB mengusung ketua umum DPP yaitu Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden tak dapat dukungan dari PBNU. Organisasi Masyarakat (Ormas) islam yang di nahkodai Gus Yahya, sapaan akrab KH Yahya Cholil Staquf tersebut terang-terangan PBNU netral dan tidak ikut politik praktis.

Terbaru, peselihian terjadi lagi tentang pembentukan tim panitia khusus (Pansus) oleh faksi PKB dan tim lima oleh faksi PBNU. Melalui fraksi PKB DPR RI berencana membentuk Pansus untuk mengevaluasi kinerja Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas dalam hal ini merupakan adek kandung ketua PBNU.

Walaupun PKB dituding bahwa pembentukan pansus tersebut sebagai bentuk dendam pribadi terhadap oknum di tubuh PBNU, namun Cak Imin mengelak hal itu. Jika diurut rentetan konflik PKB dan PBNU dari penggunaan mars satu abad NU hingga Pilres, terlihat ada kesinambungan atas konflik yang masih berkelanjutan tersebut.

Konflik saling serang tersebut terlihat semakin jelas lagi ketika dari faksi PBNU ada wacana pembentukan pansus dengan disebut tim lima yang bermaksud untuk mengevaluasi kinerja PKB di masa Cak Imin yang dinilai melenceng dari sejarah. Tim lima tersebut bekerja untuk meluruskan sejarah atas berdirinya PKB oleh ulama-ulama NU terdahulu.

Konflik antara elite NU dan PKB, secara historis PKB memang tidak bisa lepas dari NU, dan sebaliknya juga NU tidak akan bisa dilepaskan dari PKB. Karena sejarahnya PKB dibentuk oleh tokoh ulama sebagai wadah perjuangan Nahdliyyin di jalur politik.

Tak heran beberapa tokoh NU dan PKB menyebutkan bahwa “PKB adalah anak kandung NU”. Sebab, PKB didikirkan atas dasar permintaan warga NU yang membutuhkan naungan partai yang bisa menjadi jembatan perjuangan NU. Sehingga pada 3 Juni 1998 membentuk tim lima yang diketuai Kiai Ma`ruf Amin untuk pembentukan partai. Lalu, pada 23 Juli 1998 PKB dideklarasikan yang ketuai Abdurrahman Wahid yang merupakan cucu pendiri NU, Hasyim Asy’ari.

Jadi konflik antara PKB dan PBNU yang saling serang tersebut menggambarkan anak kandung (PKB) dan orang tua (PBNU) yang sedang tidak akur. Tentu ketidak akuran ini memberikan imbas kepada anak dan cucu yang lain. Kita tahu bahwa ada banyak Badan Otonomi (Banom) NU yang jua merupakan anak kandung NU, seperti PMII, IPNU dan IPPNU, GP Ansor, ISNU, Fatayat NU, Muslimat NU dan banyak lagi Banom NU.

Konflik yang belum berkesudahan tersebut telah memberikan contoh yang tidak baik terhadap anak-anak yang lain. Semestinya orang tua harus memberikan suri teladan kepada anak-anak yang lain. Sebab jika memberikan contoh yang tidak baik, maka jangan salahkan anak-anak yang lain juga membengkang terhadap orang tua sendiri.

Hal tersebut sesuai dengan sabdah Nabi Muhammad SAW bahwa “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” Hadits ini memberikan faidah penting tentang peran orang tua. Seorang anak tidak meniru seseorang sebagaimana ia meniru orang tuanya. Maka orang tua mesti berfikir matang dalam setiap prilaku yang ia lakukan agar dapat memberikan contoh kedewasaan.

PKB memang bukan anak kandung sulung. Namun di dalam tubuh PKB banyak yang ber-NU dan sudah banyak belajar menggeluti tentang ke-NUan. Jadi sebagai anak harus memiliki akhlak yang baik terhadap orang tua. Hal tersebut sesuai hadits Nabi Muhammad SAW bahwa, “ridho Allah SWT ada pada ridha kedua orang tua dan kemurkaan Allah SWT ada pada kemurkaan orang tua.”

Ketika anak (PKB) dan orang tuanya (NU) akur maka keduanya akan saling memberikan suport dan dukungan atas misi yang diharapkan oleh ulama-ualam NU terdahulu. Namun sebaliknya, jika konflik tersebut tidak segera diselesaikan, maka tidak heran anak yang lain membengkang dan akan menjadi momongan oleh orang atau lembaga lain yang tidak senang terhadap PKB dan NU.

Exit mobile version