Opini

Tikungan Tajam Pilkada U(l)ang Sampang

Img-20180923-Wa0009
IMG-20180923-WA0009

Ingat! Sejarah politik Sampang ini pernah seperti itu. Pada Pemilu 1997, cara melawan kecurangan dan meminta pemilu di ulang ditempuh dengan cara yang radikal. Aksi besar-besaran, bakar-bakaran hingga kerusuhan. Khawatir saja, metode ini di copy paste untuk membuat tikungan tajam yakni mengulang Pilkada Ulang.

Mari tundukan kepala sejenak, sambil merasakan tangan saling berpegangan dan berdoa bersama-sama semoga tidak terjadi. Agar Sampang tetap aman, damai, tentram dan harmonis. Jika masih terjadi, iya sudah kita anggap saja sebagai tahapan mencari kebenaran yang harus dilalui.

Tikungan Tajam Ketiga, Pilkada Sampang kali ini tidak akan melahirkan Bupati yang Baik. Siapapun pemenangnya di pilkada berjilid di Sampang ini sulit untuk dikatakan baik. Bila baik itu ukurannya suka senyum, suka menyapa, suka turun ke masyarakat mungkin masih bisa kita berharap.

Namun jika Baik itu diartikan tidak korupsi, berpikir kesejahteraan rakyat, membenahi birokrasi dengan tidak jual beli jabatan maka mustahil didapatkan. Sebab, Pilkada berjilid-jilid di Sampang ini jelas dan teramat jelas membutuhkan modal yang berjilid-jilid pula. Ibarat orang beli baju, maka kualitas baju jauh tidak sebanding dengan harga yang harus dibayar, Kemahalan!.

Pastinya, setelah berkuasa nanti yang dipikir cuma bagaimana cara mengembalikan modal dan meraup untung. Caranya cuma satu gak ada lagi, kecuali korupsi. Mempertinggi prosentase fee proyek infrastruktur. Sering-seringlah melakukan mutasi, agar bisa memperbanyak transaksi jabatan. Bila masih tidak nutututi lagi, cari lagi peluang di pos-pos anggaran yang lain. Beres dah!

Jadi tidak usah berpromosi, ini calon yang baik itu calon yang buruk. Baik dan Buruk dalam pilkada Sampang ini sudah seperti bayi kembar siam. Saat ini yang ada, Beruang atau Tidak? Eh maksudnya bukan hewan besar itu lho, Beruang itu punya uang atau tidak. Saat ini juga tak usah berkampanye, menyuruh-nyuruh rakyat untuk cerdas memilih, pilihlah yang berkualitas. kapabilitas, kualitas, dan integritas saat ini sudah dilipat, dimasukkan dan dikalahkan isinya tas.

Lagi pula rakyat saat ini sudah cerdas bukannya bodoh. Rakyat sudah tahu kertas berwarna biru apa merah, yang penting bukan warna hijau karena itu bernilai seribu perak. Rakyat sudah terlalu lama dan sering dikibuli. Sehingga ketika ada rakyat menerima uang, jangan disalahkan, jangan dibodoh-bodohi. Itulah kecerdasannya. Sebab dulu mereka pernah tulus tidak menerima uang tapi nasibnya tetap miskin dan melarat.

Makanya, salah jika ada yang berkata, dengan adanya pilkada ulang ini rakyat yang rugi, rakyat yang mana?. Justru rakyat senang, dan berharap pilkada diulang berkali-kali. Biar dapat uang banyak lagi, lumayan buat tambahan beli beras, lauk, kopi, gula, rokok dan pulsa.

Kondisi inilah yang disebut tikungan tajam, Pilkada yang merupakan bagian dari implementasi demokrasi justru berbelok dari niat dan misi baiknya sendiri. Sudah tidak ada lagi pendidikan politik yang baik, sudah tidak ada lagi tujuan yang baik. Demokrasi yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, namun justru menikung menjadi perebutan kekuasaan belaka. Lalu ini semua salah siapa? Salah para Elit Politik itu sendiri. Demikianlah, Sekian!

Oleh: Faisol Ramdhoni

*Penulis, pegiat medsos dan ketua Lakpesdam NU Sampang.

Exit mobile version