JAKARTA – Ilmuwan perempuan dari Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Sri Fatmawati SSi MSc PhD, berhasil meraih penghargaan sebagai pemenang dalam ajang Female Science Talents Intensive Tracks 2024.
Sebagai pakar kimia yang berasal dari Pandiyan, Sampang, Madura, Sri Fatmawati telah mencatat sejarah sebagai ilmuwan perempuan Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar prestisius ini.
Female Science Talents Intensive Track merupakan salah satu penghargaan internasional bergengsi yang diberikan oleh yayasan Jerman, The Falling Walls Foundation, kepada 20 perempuan berbakat lulusan doktor dari berbagai disiplin ilmu di seluruh dunia.
Keberhasilan dalam ajang ini membawa perempuan yang akrab disapa Fatma mendapatkan pendampingan karier, kesempatan untuk berpartisipasi dalam acara tingkat tinggi di Berlin, Jerman, serta memperluas jaringan internasional dan meningkatkan pengakuan global.
Penerima Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award 2023 ini menyatakan bahwa penghargaan ini tidak hanya mempertimbangkan satu topik riset saja, tetapi lebih menekankan pada dedikasi para ilmuwan dalam bidangnya secara keseluruhan.
Dalam proses seleksi, Fatma masih memusatkan perhatiannya pada riset produk lokal Indonesia, terutama dalam bidang jamu, yang telah menjadi fokusnya selama 22 tahun terakhir.
Riset yang berkaitan dengan kimia bahan alam ini mencakup berbagai aspek, mulai dari peningkatan kualitas bahan, teknologi pembuatan jamu, pemberdayaan sumber daya petani, hingga kolaborasi dengan industri.
Melalui riset jamu, Fatma telah menemukan fakta menarik yang mampu membantah stigma bahwa jamu hanya merupakan minuman tradisional yang kuno.
Fatma mengungkapkan salah satu produk jamu yang dikembangkannya adalah jamu MeniTemu. Produk yang menjadi unggulan dari ITS Djamoe ini merupakan gabungan tanaman meniran dan temulawak.
Dengan kandungan filantin serta xantorizol dari kombinasi dua tanaman tersebut, MeniTemu mampu meningkatkan imunitas tubuh serta menjaga fungsi hati dari penikmatnya.
“Selain MeniTemu, masih banyak produk jamu dengan bahan lainnya juga yang kami riset,” ujar Doktor Kimia lulusan Universitas Kyushu, Jepang itu seperti yang dikutip dari keterangan tertulis ITS kepada wartawan.
Dalam perjalanan ini, Fatma mengakui bahwa tak jarang juga menemui berbagai tantangan, termasuk infrastruktur fundamental riset yang belum memadai.
Meski demikian, dengan tekad yang kuat dan kolaborasi dengan berbagai pihak, Fatma dapat terus melanjutkan riset dan menghadirkan beragam terobosan baru.
“Termasuk bantuan dari ITS lewat Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) ITS,” ucap perempuan yang juga pernah dinobatkan sebagai salah satu peneliti wanita terbaik di dunia tahun 2016 lalu tersebut.
Wakil Kepala Pusat Penelitian Agri-pangan dan Bioteknologi ITS ini mengharapkan riset jamu akan terus berkembang dengan teknologi yang lebih maju dan mampu memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Jamu menurut Fatma bukan hanya sekadar warisan tetapi terdapat fakta ilmiah yang bisa dibuktikan.
“Semoga lewat penghargaan ini akan menjadi batu loncatan yang signifikan bagi perluasan riset jamu dan tanaman herbal Indonesia,” pungkasnya. (red)