tutup
ght="300">
Berita

Ini Dia, Perintis Hutan Mangrove dari Pamekasan

×

Ini Dia, Perintis Hutan Mangrove dari Pamekasan

Sebarkan artikel ini
Img 20181106 Wa0001
IMG 20181106 WA0001

PAMEKASAN-Hembusan angin kencang, hempasan ombak hingga cibiran orang-orang di sekitarnya, tidak menyurutkan semangat Slaman warga Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan Madura, untuk menghasilkan hutan bakau atau yang populer disebut mangrove yang kini luasnya mencapai 44 hektar.

Menurut Slaman, awal merintis hutan mangrove itu saat dirinya masih duduk dibangku SMA bersama almarhum ayahnya. Saat itu tahun 1986 kondisi hutan mangrove di pesisir pantai desanya mengalami kerusakan akibat penebangan liar yang berdampak abrasi. Hal itu menyebabkan sering masuknya air laut ke perkampungan warga sehingga membuat petambak garam dan ikan gagal berproduksi.

“Saya berangkat dari keikhlasan, ketulusan dan kecintaan terhadap wilayah pesisir ini,” ucapnya, Selasa (6/11).

Menurut dia, pada saat merintis, kawasan pesisir Desa Lembung kondisinya rusak parah. Hutan awalnya seluas 19 hektare itu hanya ada satu dua tanaman, sering kali wilayah pesisir bagian timur itu dilanda abrasi.

Pria kelahiran 14 Desember 1970 itu mengaku mengalami banyak rintangan dalam merintis hutan mangrove tersebut. Mulai dari cemoohan sampai intimidasi. Bahkan tahun 2016 kemarin, ada pengumpulan tanda tangan masyarakat yang dimotori oleh salah satu perangkat desa di wilayahnya yang tidak menyetujui terhadap kegiatan yang dilakukannya.

“Alhamdulillah sampai sekarang tantangan itu saya lalui, dan saya anggap sebagai motivasi untuk melangkah selanjutnya. Saya bersyukur ternyata orang-orang yang kemarin membenci dan menghalangi pekerjaan saya, sekarang dia mau belajar juga ke saya,” tuturnya.

Baca juga  89 Desa di Pamekasan Belum Cairkan DD Tahap Ketiga

Ia menerangkan, ada dua cara penanaman yang diterapkan yaitu dengan cara propagul dan polybag, masing-masing ada lima jenis mangrove. “Ada jenis rhizopora stylosa, rhizopora mucronata, sonneratia alba, avicennia dan ada bruguiera,” jelasnya.

Lanjut ayah dari dua anak itu, dengan adanya konservasi hutan mangrove, saat ini kondisi pesisir di desanya sudah aman, terbukti dengan banyaknya masyarakat luar yang menanamkan modalnya dengan cara membudidaya udang vaname sekaligus menyelamatkan sekitar 211 hektar lahan pegaraman.

Laki-laki berusia 48 tahun itu menambahkan, seiring perkembangan zaman, dirinya mencoba berinovasi dengan membentuk kelompok usaha bersama yang menjual hasil olahan tanaman mangrove berupa kopi, teh dan madu.

Menurut Slaman, dalam proses produksi, dirinya memberdayakan masyarakat setempat yang didominasi kaum perempuan. Meskipun hanya menggunakan alat-alat tradisional namun penjualan produknya sudah menjangkau luar negeri yaitu Jepang, hasil kerja sama dengan OISCA International.
“Ternyata inovasi saya diterima oleh masyarakat lokal, provinsi, bahkan dunia pun mengakui,” ujarnya.

Salah satu karyawannya, Hasanah menyatakan, kalau Slaman adalah sosok yang mampu menginspirasi orang-orang sekitarnya untuk peduli terhadap wilayah pesisir.

“Saya bekerja disini sejak tahun 2012, bikin kopi mangrove,” katanya.

Selain itu, Slaman juga membentuk kelompok-kelompok di beberapa desa lain untuk menjaga wilayah pesisir di Pamekasan agar terhindar dari abrasi dan mempunyai fungsi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan.

Baca juga  Digelar Dua Hari, Masyarakat Sampang Tumpah Tonton Parade Combodug

Dari keuletannya, Slaman telah memperoleh 8 penghargaan mulai dari tingkat kabupaten hingga internasional. Untuk pertama kalinya penghargaan itu diterima pada tahun 2008 sebagai terbaik kedua perintis lingkungan tingkat Provinsi Jawa Timur. Bahkan sekarang hutan mangrove yang dikelolanya sering dijadikan objek penelitian oleh mahasiswa dan dosen.

Salah satu dosen perguruan tinggi swasta di Pamekasan, Endang Tri Wahyurini menyebutkan, kalau Slaman adalah tokoh lingkungan yang sangat peduli dan tanpa pamrih dengan banyaknya tantangan, mengingat saat ini tidak banyak orang yang peduli terhadap mangrove.

“Ini adalah sebuah prestasi yang luar biasa bagi saya, dimana saya juga membina kelompok ini sudah sejak tahun 2011, selain di dalam penanaman atau konservasinya, kami juga dalam manajemennya bagaimana kelompok ini bisa tetap eksis dan memang benar-benar menjadi inspirasi bagi kelompok yang lain,” terangnya.

Di akhir perjumpaan kami, Slaman menyampaikan bahwa bagi dirinya ukuran sukses itu bukan seberapa banyak penghargaan atau seberapa besar keuntungan yang diperoleh, tetapi sukses yang sebenarnya itu berdasarkan konsep lingkungan. “Sukses sebenarnya adalah seberapa banyak orang yang bisa menikmati hasil karya kita dan seberapa banyak orang yang diselamatkan dengan kegiatan atau pekerjaan kita,” tutupnya. (Ip)