BANGKALAN – Pembangunan Madura belum berkembang secara signifikan. Empat daerah perlu menguatkan tata kelola pemerintahan. Ke depan pemerintah tak lagi berjalan sendiri, melainkan membaca Madura secara umum.
Pengamat Pembangunan di Madura Muh Syarif mengatakan, ujung tombak pembangunan daerah bergantung besar terhadap kebijakan pemerintah. Perguruan tinggi hanya kebutuhan pelengkap untuk merekomendasikan seputar kajian ilmiah.
Menurut Syarif, banyak potensi Madura yang bisa dikembangkan, misalnya, potensi Madura dari aspek komoditas pertanian garam, jagung, ternak sapi, minyak gas dan bumi, dan visit wisata. “Ke lima potensi ini bisa dikembangkan. Tinggal pemerintah bergerak secara padu,” ujar dia, Senin (10/12).
Empat kepala daerah di Madura lanjut Syarif, harus memberi kebijakan parsial. Artinya pembangunan yang dibangun tidak lagi membaca secara individualisasi. Melainkan sudah Madura pada umumnya.
Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM) itu mengaku sulit mendudukkan pimpinan daerah dengan diskusi dan sharing pendapat. Ia merasakan ada atmosfer dikotomi pemikiran yang perlu disikapi secara serius oleh para jurnalis.
Caranya, kata Syarif, memancing bupati berdiskusi bareng dalam forum kegiatan. Misalnya organisasi keprofesian seperti PWI di empat daerah bersatu kompak untuk menjadi panitia pelaksana. Dengan begitu, ia meyakini bupati dipastikan akan hadir.
Kemudian, perguruan tinggi lain ikut diundang. Sehingga mereka diberi kebebasan menyampaikan hasil kajian ilmiah yang membaca Madura secara umum.
Kendati demikian, Madura tidak lagi terisolasi pada kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang mengklaim sudah banyak memberi suplai program anggaran demi kesejahteraan rakyat. Ia menilai kebijakan tersebut tidak akan terintegrasi dengan baik sebelum menyatukan mindset pemerintah.
Dijelaskannya, progresivitas pembangunan daerah di Madura memang berjalan tidak beriringan. Masing-masing daerah menghadirkan program unggulan, namun melepaskan identitas Madura secara umum.
“Seperti Sumenep dengan pengembangan visit wisata. Pamekasan menghadirkan bursa efek kemandirian desa. Sampang peningkatan komoditas pertanian berlahan produktif, dan Bangkalan pemberdayaan potensi lokal,” lanjutnya.
Lebih lanjut kata Syarif, sebelum tarif tol Suramadu nol persen diberlakukan, pimpinan daerah di Madura memiliki persepsi pandangan berbeda. Misalnya Bupati Sumenep Busyro Karim mempertanyakan biaya perawatan apabila jembatan terpanjang se Asia itu digariskan.
Sementara itu, Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron tanpa berpikir panjang langsung mengapresiasi kebijakan pemerintah. Sebab dari hitungan kebutuhan akses, Bangkalan disebut yang paling beruntung. Mewakili Madura, Bangkalan masih berharap setara dengan wilayah metropolitan lainnya di sisi Kota Surabaya, seperti Sidoarjo dan Gresik. (tia)