BANGKALAN – Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis bersalah Bupati nonaktif Bangkalan Abdul Latief dengan pidana 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Selain itu majelis hakim juga memberi tambahan hukuman berupa ganti rugi keuangan negara sebesar Rp 9,7 miliar dan bila tak mampu membayar, maka diganti dengan penjara selama 3 tahun.
Menurut hitungan Fahri, dari total kerugian negara itu, sebanyak Rp 5,50 miliar telah berada dalam rekening KPK. Rinciannya yaitu Rp 3,4 miliar disita dari saksi HH, Rp 1,5 miliar dikembalikan oleh saksi FHD dan Rp 150 juta dikembalikan saksi SKRN.
Dengan begitu, maka sisa kerugian negara yang harus dikembalikan terdakwa Abdul Latief adalah kurang lebih Rp 4,6 miliar.
“Andai uang di tiga saksi lain juga disita oleh KPK, maka klien kami terbebas dari kewajiban pengembalian itu, karena fakta di persidangan mengungkap bahwa uang itu tidak dipegang klien kami,” ungkapnya, Sabtu (26/8/2023).
Di tahun 2020, menurutnya ada 9 kepala dinas yang menyetor uang berkisar Rp 50 hingga 150 juta agar bisa naik atau pindah jabatan yang terjadi di Rumah Dinas Wakil Bupati Bangkalan.
Pada 2022, kemudian ada lima kepala dinas lain juga melakukan hal yang sama. Kasus inilah yang kemudian di OTT penyidik KPK dan menjerat Bupati Nonaktif Bangkalan R. Abdul Latif Amin.
Pihaknya meminta 9 kepala dinas lain yang juga terlibat gratifikasi agar diadili demi terpenuhi rasa keadilan di mata hukum.
“Sama-sama melakukan gratifikasi, tapi kenapa yang sembilan kepala dinas tidak diusut oleh KPK,” pungkas Fahri. (ang)