tutup
Berita

Pengamat Politik UTM Nilai Koalisi Ramping PDIP Bakal Mendapat Simpati Publik

×

Pengamat Politik UTM Nilai Koalisi Ramping PDIP Bakal Mendapat Simpati Publik

Sebarkan artikel ini
Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Utm Surokim Abdussalam
Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan UTM Surokim Abdussalam

BANGKALAN – Pertumbuhan pemilih rasional Indonesia kian mengalami peningkatan yang signifikan diprediksi berdampak pada perubahan perilaku memilih secara drastis dalam pemilu 2024 mendatang.

Menurut Peneliti Senior Lembaga Survei Surabaya Survey Center Surokim Abdussalam menjelaskan bahwa Perubahan itu kian mengukuhkan bahwa logika elit dan kekuasaan harus selalu berselaras dengan logika publik.

Img 20240409 Wa0073 Pengamat Politik Utm Nilai Koalisi Ramping Pdip Bakal Mendapat Simpati Publik

“Intinya partai partai harus pintar menjaga perasaan publik agar senantiasa satu frekuensi,” ungkap pria yang juga menjabat Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan UTM, Selasa, (15/08/23).

Dampak kian vulgarnya akomodasi kepentingan partai, partai akan berbagi kekuasaan tanpa bisa menjelaskan secara memadai kepada publik maka potensial akan selalu menjadi tanda tanya publik.

“Hal itu akan memengaruhi citra koalisi sebagai tempat mencari aman dan perlindungan,” ujarnya

Terlebih menurutnya dalam pemilu langsung sering tidak linier antara logika partai dan logika voters sehingga menjadi tugas berat sesungguhnya untuk menjaga logika publik terkait bagi- bagi kekuasaan tersebut.

“Sejauh ini jika mencermati PDIP nampak sangat berhati hati dan terlihat tidak agresif dalam membangun koalisi sehingga kemungkinan akan menjadi koalisi ramping dan tentu akan berhadapan dengan koalisi lain yang kemungkinan akan lebih gemuk. Ini tentu akan menjadi test case lagi,” paparnya.

Ia juga menilai pada pilkada sejauh ini memang juga belum ada jaminan bahwa koalisi gemuk akan lebih mudah memenangkan kontestasi bahkan sering yang ramping bisa menang.

Baca juga  Kaji Pendirian Fakultas Kedokteran, Pemkab Pamekasan - UTM Jalin Kerjasama

“Karena sesungguhnya koalisi itu tugas utamanya ya mengantarkan saja pada kandidasi pencapresan, selebihnya itu akan menjadi daulat publik voters Indonesia yang menentukan,” tuturnya.

Apalagi sejauh ini kontribusi pemilih loyal juga sangat gradatif diantara 5% hingga 30% pemilih loyal dan tidak selalu linier dengan voters. Disinilah pentingnya menjaga perasaan voters Indonesia dan bagi koalisi gemuk tentu tidak boleh jumawa.

“PDIP tidak boleh berkecil hati sepanjang bisa membangun frekuensi yang linier dengan voters tentu masih akan kompetitif. Koalisi yang sesungguhnya adalah koalisi bersama rakyat pemilih Indonesia,” pungkasnya. (ang)