tutup
ght="300">
Travel

Dam Tunjung Burneh dan Nostalgia Isu Silet di Perosotannya

×

Dam Tunjung Burneh dan Nostalgia Isu Silet di Perosotannya

Sebarkan artikel ini
Dam Tunjung Burneh
Dam Tunjung di Kecamatan Burneh yang dulu banyak dikunjungi. (Gambar ig @@ fauzan.rz95 - Taberita.com)

BANGKALAN – Pada zaman dahulu. Sekitar tahun 1990-an Bendungan ato Dam Tunjung di Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan adalah tempat favorit banyak orang. Mulai anak TK, SD, SMP, SMA hingga orang dewasa.

Sekarang, Dam Tunjung itu sangat sepi. Meski sudah dipercantik, masih sedikit orang datang ke sana. Padahal, dulu tempat ini adalah tempat rekreasi murah yang rame banget gaess.. Dengan kontruksinya yang sedemikian rupa, bocah-bocah yang dulu gak kenal gadget dengan keberaniannya bermain di areal dam itu.

Ada yang cuma main di bawah Dam Tunjung. Ada yang meloncat dari jembatan lalu berenang di bendungannya. Ada juga yang memanjat bagian miring dam itu, kemudian meluncur dari atas seperti main perusutan.

Di waktu yang menyenangkan itu, pernah ada isu yang menerpa Dam Tunjung. Sehingga, kalo gak bener-bener berani, gak akan berani meluncur di perusutan Dam Tunjung itu. Isunya adalah adanya silet di perusutan dam itu.

Setelah isu itu beredar, anak-anak yang keberaniannya tanggung udah gak pernah lagi main perusutan di dam. Soalnya, untuk main perusutan itu harus telanjang ato setengah telanjang supaya bisa meluncur turun.

Baca juga  Disdik Bangkalan Defisit 1200 Guru, Keberadaan Guru Sukwan Jadi Solusi Sementara

Kamu bisa bayangin gaess, dengan kondisi telanjang ato setengah bugil itu ada bagian badan yang kena silet. Yang paling ditakutin adalah sobek (maaf) ‘buriknya’. Bayangin kalo bagian itu sobek. Bisa-bisa keluar semua isi di dalamnya.

“Itu bukan isu. Saya pernah mengalaminya,” kata Fauzan, warga Kecamatan Arosbaya yang pernah menuntut ilmu di pondok pesantren sekitar Dam Tunjung. “Tapi bukan silet sih. Pecahan kaca. Saya dan teman-teman kena beberapa kali,” tambah Fauzan.

Fauzan mengenang kejadian yang berlangsung 12 tahun silam itu sabagai hal yang tak terlupakan. Sebab, meski luka yang disebabkan pecahan kaca saat meluncur di Dam Tunjung itu cukup lebar, dia atau temannya hanya membalutnya dengan kain.

“Kalau anak sekarang mungkin sudah dijahit segala macam. Kami dulu hanya dibalut kain, takut dimarahi orang tua,” ungkap Fauzan pada Taberita.com setelah mengunggah foto Dam Tunjung di akun instagramnya @ fauzan.rz95

Dam Tunjung Dibangun Pemerintah Kolonial Belanda

Buat nambah pengetahuan kamu di gaess. Dam punya panjang sekitar 50 meter. Warga sekitar dam sering menyebutnya sebagai air terjun. Soalnya ada air turun deras dari sungai di atasnya melalui kontruksi yang mirip perusutan.  Di atas Dam itu ada jalan kecil buat pejalan kaki dan sepeda motor doang.

Baca juga  Ngapain Gubernur Khofifah Perbaiki Pelabuhan Dungkek Sumenep?

Dam ini dibangun tahun 1927 sama Pemerintah Kolonial Belanda pada masa Residen J.V, van Heijst. Atau tepatnya pada masa kepemimpinan R. AA Suryowinoto. Dam ini dibangun bareng Menara Air ato Tower Leideng, Jembatan Tunjung dan Tugu Menara Air di Embong Miring Burneh.

Belanda membangun dam itu buat mengairi sawah-sawah yang ada di sekitarnya. Sebab, tanah pertanian di daerah Tunjung itu sangat baik untuk lahan pertanian. Dengan adanya irigasi produktifitas pertanian akan meningkat. Apalagi waktu itu Belanda memberlakukan tanam paksa padi di Madura.

Selain untuk pertanian, pembangunan dam itu bertujuan untuk mengantisipasi banjir dari Burneh ke Bangkalan. Adanya bendungan itu untuk memecah aliran supaya tak terlalu banyak mengalir ke Bangkalan.

Itulah manfaatnya Belanda pernah menjajah kita. Sampe sekarang Dam Tunjung masih berdiri kokoh dengan beberapa kali perbaikan. Yang jelas, sebagian besar bendungan itu masih kokoh. Gak bisa dibayangin kalo dam itu bikinan pemerintah yang suka korupsi. Paling-paling sudah gak ada jejaknya sekarang ya gaess.. (dee)

Source: wikipedia.com dan tokomaduraonline.com