tutup
ght="300">
Opini

Layangan Putus Pilgub Jatim

×

Layangan Putus Pilgub Jatim

Sebarkan artikel ini
Fauzi As
Fauzi As (foto istimewa

Oleh Fauzi As

Tulisan ini adalah analisa anak kampung yang menggunakan referensi permainan anak kampung. Melalui cara itu saya mencoba memetakan kekuatan figur di Madura dalam Pilgub Jatim.

Referensi anak kampung yang saya maksud adalah permainan layangan. Bagi kalangan milenial layangan putus adalah sinetron dewasa yang berisikan cerita tentang cinta segi tiga. Tapi, ini bukan tentang cinta segi tiga, Bukan juga cerita tentang Ken Arok, Ken Dedes dan Tunggul Ametung. Ini benar-benar permainan anak kampung di Madura yaitu mengadu layangan.

Mengadu layangan diperlukan persiapan yang matang. Layangan yang mau diadu harus mampu terbang dengan seimbang, Modal nekat dan keberanian saja tidak cukup. Suporter dan baleho promosi juga tidak bisa menjadi penentu. Butuh insting, butuh ketepatan waktu dan ketelitian membaca arah angin.

H. Slamet Djunaidi (Abah Idi) Vs Ahmad Fauzi Wongsojudo (Cak Fauzi). Dua-duanya adalah Bupati di Madura. Satu di Sampang, satunya di Sumenep.

Hanya saja melalui tulisan ini saya ingin mengajak kita semua merenung sejenak untuk memberikan penilaian yang objektif. Siapa sebenarnya dari dua tokoh tersebut yang lebih layak tampil pada kontestasi Pilgub Jatim?

Mungkin Cak Fauzi memiliki stok tali lebih panjang. Sehingga dia tak ragu menerbangkan layangan lebih dulu. Lain halnya dengan Abah Idi, mungkin pria asli Sampang ini masih sibuk menajamkan tali gelasan dengan tumbukan beling sembari melantunkan doa-doa. Situasi ini tentu membuat layangan cak Fauzi lebih banyak terlihat di tengah masyarakat.

Baca juga  Pemilih Cerdas Lahirkan Pemimpin Hebat dan Berkualitas

Anehnya, sebagai orang yang lahir dan besar di Sumenep saya melihat samar-samar layangan Cak Fauzi terbang dengan dua tali. Sepertinya dia tidak benar-benar mampu mengendalikan layangannya sendiri. Di tengah situasi itu Cak Fauzi justru sibuk selfie dan membuat konten promosi.

Situasi itu mirip dengan kondisi pemerintahan Sumenep yang dia pimpin. Cak Fauzi nampak lebih sibuk di depan kamera tanpa menghasilkan perkembangan yang dapat dirasakan manfaatnya. Cak Fauzi ibarat Bupati medsos yang produktif menghasilkan sampah baleho dan video tiktok saja.

Kata teman di sebelah, dia mungkin lebih tepat jika dinobatkan sebagai “Duta Baleho Jawa timur”. Foto-fotonya yang terpampang di pinggir jalan, bis kota dan becak menunjukkan syahwat politiknya melampaui prestasinya. Persis seperti layangan bingung yang muter-muter sendiri di tengah luasnya langit Madura.

Sebagai orang yang dibesarkan dengan kultur dan tradisi Madura, saya lebih percaya diri mendukung Abah Idi untuk maju dalam kontestasi pilgub jatim. Saya yakin, kelak ketika diterbangkan, layangan dan tali Abah Idi lebih seimbang dan tajam meskipun saat ini masih kalah promosi.

Tenda pandangan saya sangat subjektif. Namun, saya yakin pembaca sepakat dengan saya jika Abah Idi tidak lebay. Dia tidak menyiapkan juru kamera dan microphone. Baik saat turun membesuk rakyatnya yang sedang sakit atau pun saat berkunjung ke toko-toko kelontong.

Jangankan masyarakat Sampang, masyarakat Sumenep saja dapat melihat dan bisa merasakan perkembangan Kabupaten Sampang saat dipimpin Abah Idi. Contohnya ketika orang Sumenep dan Pamekasan melintasi kota Bahari itu.  Abah Idi betul-betul mampu menerjemahkan visinya dengan merdeka. “Sampang Hebat Bermartabat”.

Baca juga  Demokrasi Karapan Sapi

Abah Idi berhasil memberikan pelayanan kesehatan yang semakin baik. Itu bisa dibuktikan dengan banyaknya orang Sumenep yang memilih pengobatannya di sana. Tak hanya itu, iklim investasi Sampang juga berkembang pesat sejak Desember 2022 lalu. DPMPTSP mencatat 4.909 Perusahaan Bersaham Lokal. Data lain yang saya peroleh adalah catatan investasi hingga akhir Desember 2022 sebesar Rp 1,3 triliun.

Pertumbuhan investasi juga ada di Sumenep. Bahkan infonya lebih besar. Jika pada 2021 tercatat investasi sebesar  Rp 480 miliar,  pada 2022 naik menjadi Rp 1,8 triliun. Data itu tentu bukan data fiktif. Tapi siapa kira-kira Investornya? jangan-jangan itu dihitung dengan Pembangunan Hotel Bintang Empat dan Rumah Sakit Internasional yang sedang disorot oleh adik-adik HMI. Tidak perlu saya perjelas siapa pemiliknya. Cukup dijawab dalam hati masing-masing.

Saya juga membaca jejak pemimpin yang dilahirkan dari branding media hanya mampu mempertontonkan sandiwara,dan bisa saja data manipulatif disuguhkan berisikan sampah menyesatkan.

Ini antara layangan beneran dan layang-layangan, jadi jangan ditafsirkan investasi di Sampang beneran, sementara di Sumenep Investasinya Paman.

Terakhir saya Ingat pesan dari Holly Black. Ada titik kritis dari kebohongan, titik dimana anda mengatakan sesuatu berkali-kali sehingga terasa lebih benar dari pada kebenaran.