tutup
ght="300">
Opini

Membangun Sampang Tidak Cukup Lima Tahun

×

Membangun Sampang Tidak Cukup Lima Tahun

Sebarkan artikel ini
Heru Susanto
Heru Susanto

Pada tahun 2024 nanti akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak hampir di seluruh Indonesia termasuk Kabupaten Sampang, berbicara Pilkada tentunya pasti ada kaitannya dengan elektabilitas.

Meskipun pelaksanaan pilkada masih tahun depan, namun elektabilitas  mulai sering diperbincangkan oleh masyarakat diberbagai lapisan juga warganet sering juga  memperbincangkan politik di berbagai WAG (WhatsApp Group) khususnya dikabupaten sampang.  

Bahkan banyak masyarakat mulai bertanya tanya siapa  nantinya yang bakal maju sebagai calon Kepala Daerah (Bupati) Sampang 2024 nanti. Tentunya sudah  sudah mulai bisa  dipredikasi jika incumbent yang nantinya bakal maju menjadi calon kepala daerah. Dan, sudah bisa ditebak pula elektabilitasnya nantinya akan lebih tinggi dari bakal calon yang lainnya karena incumbent  mempunyai Capital Social yang cukup kuat dan bisa memegang kendali kebijakan didaerah tersebut.

Memang elektailitas seorang bakal calon bupati sangat penting sebagai prediksi awal bagi para bakal calon dalam kontestasi politik untuk kemungkinan menang dalam pemilihan 2024 nanti.

Semakin tinggi nilai elektabilitas yang dimiliki masing masing bakal calon, maka semakin besar peluang kemungkinan ia untuk dipilih oleh masyarakat sebagai pejabat publik dalam pemilihan 2024 nanti.

Tapi angka elektabilitas tinggi tidak bisa sepenuhnya dijaminan untuk menguasai perolehan pundi pundi suara pada pilkada nanti  sekalipun salah satu calonnya berasal dari incumbent. Karena  elektabilitas yang tinggi biasanya hanya dijadikan rujukan penting bagi partai -partai politik dalam menentukan bakal calon yang akan diusungnya. Elektabilitas itu biasanya juga dijadikan acuan bagi masyarakat umum untuk tertarik terhadap figur-figur tokoh politik yang kemungkinan nanti akan memilihnya.

Baca juga  Hari Santri Nasional, ASN Kemenag Kompak Sarungan saat Upacara Bendera

Meskipun dianggap penting elektabilitas seseorang, namun tidak mudah meningkatkan nilai elektabilitas itu sendiri karena menyangkut animo/kepercayaan masyarakat secara luas terhadap bakal calon yang akan dipilihnya nanti.

Namun Popularitas masing masing bakal calon nantinya bisa dijadikan modal awal dalam memperoleh perhatian publik/masyarakat seperti yang biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga survei sebagai salah satu parameternya dalam menentukan elektabilitas bakal calon. Walau nantinya setiap lembaga survei kadang hasilnya tidak sama dengan lembaga survei yang lainnya.

Tidak jarang pengamat sosial yang sering saya jumpai diwarung kopi dan trotoar sering berpandangan jika ingin meningkatkan nilai elektabilitas seseorang tidak harus menggunakan teori teori khusus, , harus dikenal baik dimasyarakat luas, memiliki kinerja yang baik selama

memimpin pemerintahan (incumbent), memiliki prestasi selama bekerja dipemerintahan maupun diluar pemerintahan.

Lalu bagaimana peluang menang Bupati Sampang (H. Slamet Djunaidi) karena diyakini sebagai incumbent akan mempunyai elektabilitas yang tinggi.

Baca juga  Diantar Ulama, Kyai Dan Tokoh Masyarakat, Aba Idi Daftar Penjaringan Bakal Calon Bupati Sampang Ke PKB Dan Gerindra

Seperti yang sudah  saya jelaskan diatas elektabilitas tinggi tidak bisa dijadikan jaminan untuk mendulang pundi pundi suara lebih banyak, karena dalam kontek pilkada peran tim sukses dari masing masing calon sangat berperan sekali untuk memgantarkan calon yang didukungnya menuju kursi kemenangan.

Sedikit saya akan mengupas tentang sosok H. Slamet Djunaidi (Bupati Sampang) yang akhir-akhir ini sering diperbincangkan publik.

Dikutip dari laman Wikipedia,  pria kelahiran Sampang Agustus 1972 yang sebelumnya pernah menjabat sebagai anggota DPR-RI sekarang menjabat Bupati Sampang ini tidak hanya dikenal dermawan terhadap masyarakat tapi juga dikenal sebagai seorang Bupati yang sangat fenomenal.

Politisi dari partai Nasdem ini juga mampu menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan pemerintahannya.

Sejak suami Hj. Mimin Slamet Djunaidi dilantik 30 januari 2019 silam,  langsung dihadapkan dengan pandemi yang kita kenal dengan sebutan Covid-19 serta konflik sosial yang berkepanjangan sunni dan syiah yang terjadi diderahnya.

Dua tahun masa kepemimpinannya dilanda pandemi tentunya berdampak langsung terhadap APBD, Refocusing Anggaran (RA) imbas dari kebijakan pemerintah pusat. APBD saat itu babak belur hampir separuhnya terserap untuk penanganan pandemi covid-19 serta pemulihan perekonomian pasca pandemi.