Namun demikian teoritisi dan praktisi memiliki kemiripan kerja.. Mereka menggunakan pendekatan ilmiyah lebih ketat dari pada yang dilakukan oleh praktisi. Itu mereka lakukan atas dasar alasan-alasan yang baik. Para teoritisi seringkali membuat pendahuluan dengan proposisi yang berisi kalimat. Hal-hal lain adalah sama. Para peneliti mengontrol semua variabel-variabel lain yang tidak masuk dalam penelitiannya. Sebaliknya, para praktisi bekerja dalam sebuah dunia yang berisi keragaman dan keanekaragaman, dan semua variabel tidak terkontrol. Para praktisi didesak oleh jabatan, tanggungjawab, otoritas dan problem-problem yang datang mendadak (emmediacy of problem). Walaupun tidak dapat melepaskan diri dari problem-problem dadakan, para praktisi dituntut untuk lebih fleksibel dalam menerapkan metode ilmiyah. Meskipun demikian, pendekatan para teoritisi, peneliti dan para praktisi yang bijak, secara mendasar adalah sama, yaitu sistematis dan reflektif. Dan tradisi keilmuan semacam itulah sebenarnya yang diharapkan dimiliki oleh orang-orang kita.
Terakhir, tentang hubungan teori dan praktek adalah sebagai berikut. Tanpa teori, bagaimanapun, sama artinya dengan pengetahuan tanpa dasar. Pengetahuan tanpa dasar tak mungkin ada riset, karena dasar pengetahuan bagi riset sangatlah penting, terutama riset untuk menyajikan informasi penting selalu menyarankan adanya sebuah teori.
Itulah proses kerja manusia berperadaban, selalu ada dalam dinamika antara teori, riset dan praktek. Dengan cara demikian itulah kita baru bisa dianggap bekerja atas dasar ilmu. Dan bekerja atas dasar ilmu adalah syarat diterimanya sebuah kerja oleh Allah. “Siapa bekerja tanpa ilmu, pekerjaannya ditolak oleh Allah, dan tak diterima” demikian, nilai-nilai tradisonal Islam mengungkapkan. Bahkan lebih jauh Rasulullah mengungkapkan, “Siapa yang ingin dunia haruslah dengan ilmu, siapa yang ingin akhirat, haruslah dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan keduanya haruslah dengan ilmu.”
Terakhir ini, negara kita, cendrung dikuasai oleh “kekuasaan politik” sehingga seluruh kebijakan lebih banyak didasarkan pada interes politik dari pada ilmu pengetahuan. Maka karena itu menggalakkan riset ilmiyah dan mengembangkan penguasaan teori, perlu terus dikembangkan di lingkungan komunitas kita. Memang terlalu dini bila pada babak-babak awal mengharapkan lahirnya “etos kerja atas dasar ilmu”, apalagi bila diharapkan etos kerja yang demikian akhirnya benar-benar menjelma, membudaya dan menguasai prilaku kita.
Oleh: Syarqawi Dhofir