Bupati Pamekasan Baddrut Tamam menghadiri Diskusi Kelompok Revitalisasi Bahasa Daerah Madura di Mandhapa Aghung Ronggosukowati Pamekasan, Jumat (24/3/2023).
Acara yang digagas Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur turut dihadiri Kepala Dinas Pendidikan dari empat kabupaten di Madura, musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) dari empat kabupaten, perwakilan kelompok literasi dan beberapa komunitas dari Bangkalan, Sampang, Sumenep, dan Kabupaten Pamekasan sebagai tuan rumah.
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam menyampaikan bahwa kecenderungan orang tua saat ini mengajarkan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dalam kegiatan sehari-hari kepada anak-anaknya.
Fenomena tersebut tak hanya terjadi di wilayah perkotaan, tetapi juga terjadi di desa sehingga anak-anak yang nota bene sebagai penerus tidak mengetahui Bahasa Madura sebagai bahasa asal daerahnya.
“Kita kadang-kadang orang desa ini ketika ada di kota merasa malu menggunakan Bahasa Madura dengan anak kita menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga generasi millenial diharapkan terus melestarikan Bahasa Madura,” ujarnya.
Menurutnya hal tersebut tidak salah akan tetapi menggunakan dua-duanya lebih baik, sehingga pemahaman tentang bahasa daerah itu tidak terpahami secara utuh dan hanya paham yang kasar-kasar.
Menurut Bupati yang akrab disapa Mas Tamam ini, Bahasa Madura memiliki banyak tingkatan yang harus diketahui oleh anak-anak muda Madura agar tidak kehilangan jati diri sebagai warga Madura sehingga kekayaan lokal tersebut jangan sampai hilang tergerus oleh perubahan zaman.
Oleh karena itu orang tua diharap diajak memiliki peran besar melestarikan bahasa daerah ini dengan cara berkomunikasi menggunakan Bahasa Madura yang baik dan benar kepada anak-anaknya.
Mantan Anggota DPRD Jawa Timur tersebut menjelaskan jika cara bertutur kata orang Madura di empat kabupaten berbeda-beda mulai dari cara menyampaikannya hingga ejaan bahasanya berbeda.
Perbedaan tersebut menunjukkan kekayaan lokal Madura yang harus dilestarikan dengan baik agar anak cucu mengetahui warisan nenek moyang.
“Kita sekarang ada di zaman yang sepuluh tahun terakhir ini berbeda dengan sebelumnya, kita bertemu dengan zaman yang menghendaki kecepatan, kolaborasi yang kadang-kadang bahasa itu tidak menjadi pertimbangan utama dalam berinteraksi dan berkomunikasi,” pungkasnya. (wan)